Aku menuliskan kisah ini, pada hari ini. Di akhir bulan februari.
Langit masih kelabu. Angin masih bertiup dingin. Dan hujan masih turun, gerimis membasahi rata jalanan. Yang berbeda, hanya bau tanah yang sudah tak lagi menyengat bak seonggok mayat seperti pertama kali ia turun menyapa bumi dan menghanguskan debu di atas aspal.
Aku menuliskan ini, di kamar ini.
Dengan lampu padam hanya ditemani cahaya dari tv yang tidak bersuara, karena sengaja ku kecilkan volumenya tadi.
Aku sedang ingin hening dan sepi.
Hari ini. Tepat di akhir bulan februari.
Dan andai saja kamu tahu, aku menuliskan ini, di tengah pilu dan sembilu yang mereka kumandangkan sebagai rindu.
Mungkinkah?
Ini, aku tuliskan sebuah puisi semampunya untukmu. Di atas secarik kertas berwarna putih dengan tinta hitam yang hampir habis.
Kububuhkan juga tanda tanganku.
Hanya sekedar agar kamu tahu, aku memang menuliskannya untukmu.
"Aku rindu,
Pada tatapan sinis dan tawa angkuhmu.
Pada segaris liukan senyum bodoh itu.
Atau mungkin, rinduku berlabuh pada sirat rayuan birahimu.
Entahlah.
Denganmu, aku dapat melepaskan bulu domba ini.
Menjadi seekor serigala seutuhnya.
Melolong di tengah malam dengan bahagia.
Rasanya tidak peduli.
Pada tatapan sekitar yang penuh benci.
Nanar dan gusar.
Pada sumpah serapah yang kasar."