Teman;
Pada akhirnya kita hanya saling menyadari, bahwa waktu tidak hanya berputar dan berlalu. Ia selalu berdetak maju membawa sesuatu yang baru. Entah. Bisa saja kedekatan yang semakin seru. Atau kehilangan yang begitu biru. Sampai pada titik enyah, membeku, & terbujur kaku.
Rindu kerap kali datang membabi buta. Namun jumpa, tak pernah sampai pada titik temu. Di pojok ruang, rindu menguap menjadi hampa.
Rasanya ingin berdoa untuk kalian berdua, jangan pernah baik-baik saja. Tapi Tuhan yang lebih berkuasa. Atas semua rasa. Sebab kita adalah dosa. Yang tak akan pernah bisa menjajaki syurga.
Kita pernah ada di antara daun gugur dan senja yang kian renta. Bertatap tanpa berbicara. Memberi kesempatan pada hening dan diam untuk bertahta.
Perlukah saling membenci dan melukai? Bukankah jauh sebelum ini kita pernah saling memagut liar, melumat rindu, menanggalkan pakai, mendendangkan cinta tanpa sehelai lekat benang?
Jika memang cinta perihal rasa, lalu bagaimana dengan semua penilaian yang lahir dari bola mata? Kasih, bukankah hidup ini selayaknya fatamorgana.
Fana.
Kita pasti renta dan menua. Menghilang dibalik lembab dan merahnya tanah.
TITIK.
Waktu memberangus semua tanya. Dalam gurat pilu, langkah jatuh berhenti. Jiwaku pulang, kembali mesra dalam peraduan semesta. Rasa yang tak pernah usai, detik ini selesai.
Pada lengang jalan raya malam itu, aku telah jatuh cinta padamu untuk keseribu atau sejuta. Meski pada akhir, kau memilih mencintai dirimu sendiri dan pergi.
Sedang aku, tetap memilih setia.
Pada lampu lalu lintas yang merah menyala, kita pernah saling menggenggam diam-diam. Memberi sedikit senyum menahan tawa.
Mari rayakan, sang sepi.
Yang tak bertepi.
Yang mampu mencabik lebih dari belati.
Yang membunuh tanpa membuat mati.
Kita kembali pada titik awal. Berpura-pura tidak lagi saling mengenal. Kau baik-baik saja dengan duniamu. Sementara aku sibuk berkutat dengan berahi untuk melupakanmu.
Kamu menanggalkan jejak dengan jarak. Tapi cinta ini utuh. Meski tak dapat lagi menggenggam hatimu, biar doa dalam setiap sujudku mengiringimu melangkah berlalu.
Pada angin yang menyibak daun renta, kutitipkan rindu. Pada riuh air hujan yang menggenang, ku simpan kenang.
No comments:
Post a Comment