Wednesday, June 27, 2012

Tuhan

Tuhan
Buat aku mencintaimu
Cinta yang begitu besar, hingga aku buta dengan cinta yang lainnya

Tuhan,
Izinkan aku menyandarkan kepalaku di bahumu
Izinkan aku mendekapmu erat dan terisak dalam pelukmu
Izinkan aku meraung di bawah kakimu

Tuhan
Rasa sakit ini, hanya kau yang bisa menghapuskannya
Engkau yang memiliki segala kuasa
Engkau yang memiliki pengendalian atas hati setiap manusia

Hilangkan saja
Enyahkan saja

Tuhan,
Aku merindukanmu
Aku ingin sekali menemuimu
Aku ingin menyampaikan segelintir kisah yang mungkin sudah kau tahu

Bawalah aku menuju singgasanamu
Bawalah aku bersamamu
Biarkan aku pergi
Biarkan kutinggalkan semua mimpi ini


-fhm-

Dia

Dia membungkam mulutnya. Tak dapat berbicara. Menarik garis bibirnya dengan paksa. Dia kembali berusaha sekuat tenaga menahan rasa sakit yang mendera. Merobek. Menusuk hatinya.
Air mata pun tak dapat Dia keluarkan. Tertahan. Oleh segurat senyum di hadapannya, diiringi cerita yang membuatnya tampak begitu bahagia.

Dia mendengarkan.
Pujaan hatinya yang bercerita mengenai kekasihnya. Yang sangat dicintainya. Yang ingin dinikahinya.

Bagaimana menahan rasa sakit ini? Harus ikut bahagia atau keluar dan pergi saja?
Rasa suka yang lama terpendam. Rasa suka yang terbungkam.

Dia menyukainya. Sangat menyukainya. Bahkan lebih daripada kekasihnya.
Temannya, oh, pujaan hatinya, sudah memilih orang lain untuk menjadi pendamping hidupnya.

Dia,
Hanya nestapa.

Saturday, June 2, 2012

Pungguk Merindukan Bulan



Aku,
pungguk yang merindukan bulan
Aku,
pungguk yang kehilangan arah jalan pulang
Menunggumu
Di atas sebuah ranting, di malam yang bersemayam dingin menyelimuti genting

Aku,
pungguk yang merindukan bulan
Seberapapun tinggi aku terbang, yang kudapati hanya awan kelam

Aku hanya dapat merasakan lembayung sinarmu dari kejauhan
Memandangmu dengan sejuta angan

Dalam belukar rimbunnya semak,
Aku tersedak
Terjatuh, dan terikat rindu yang berduri
Menjerat
Menusuk

Aku si pungguk
Yang sebentar lagi mati kehausan
Tak bisakah kau cepat datang?

Mentari sudah membenciku. Membelenggu dan membakarku sambil tersenyum senang
Mentari yang menjadi kasihmu,
Yang selalu membantu menyinarimu dari kejauhan bersama kerlipan gemintang

Tapi, aku hanya si pungguk

Aku terdiam
Dalam remang, aku berjelaga
Menunggu rembulan
Merindukan rembulan

-FHM-