Saturday, January 18, 2014

BUNGA

Begitu mereka menyebutku.
Tidak.
Bukan karena aku memiliki keindahan seperti mawar yang berwarna merah. Bukan juga karena aku harum seperti melati. Dan aku bahkan tidak anggun selayaknya anggrek bulan.

Mereka menyebutku bunga.
Meskipun aku tidak memiliki kelopak yang cantik dan tangkai kecil yang jenjang.
Bahkan mahkota di kepalaku terlihat kasar. Aku juga tumbuh di tempat yang kotor. Bukan tumbuh di rerumputan hijau yang segar.

Mereka menamaiku bunga.
Mungkin karena aku membiarkan tubuhku disentuh bebas oleh sekawanan lebah jantan atau bahkan kupu-kupu betina.

Mereka selalu datang menghampiriku. Tidak pernah sekalipun merasa bosan.
Hinggap dan menghisap maduku.

Rasanya geli.
Geli sekali saat mereka mulai bertengger meletakkan jemari kecil mereka. Seperti diraba.
Saat mereka mulai memainkan lidahnya di dalam tubuhku hingga aku mengejan, melenguh, dan mengeluarkan cairan manis yang mereka cari.

Mereka menghisapnya sampai habis. Tidak tersisa.
Mereka menggilai nektar yang ada di dalam tubuhku. Dan mereka tidak pernah kehabisan cara untuk mendapatkannya.
Mereka sangat rakus.
Memaksaku melakukannya. Mengeluarkannya terus-menerus sampai aku lemas dan merasa hampir layu.

Terkadang, aku mendengar mereka berdengung.
Terkadang, mereka berdengung ketika mereka sedang berusaha mengeluarkan cairan manis dari dalam tubuhku.

Dengung yang lantang. Dengung yang keras. Dengung yang kasar. Dengung yang lembut. Dengung yang sepi. Dengung yang hening. Dengung yang hampa. Dengung dengung dengung, dengung yang banyak sekali.

Si lebah jantan sering berdengung. Dengungannya terdengar seperti makian.
Untuk si ratu lebah yang hanya bisa memerintahnya agar bekerja siang dan malam. Si ratu lebah yang tidak mengerti bahwa si lebah jantan terkadang merasa bosan dan begitu kesepian.
Lalu ia berdengung kelelahan. Dengung yang terdengar seperti sumpah-serapah akan kehidupan.

Si kupu-kupu betina juga banyak berdengung. Dengung yang lembut namun penuh kebencian. Mereka benci melihat kawanannya sendiri. Mereka benci melihat kupu-kupu jantan yang kini banyak mempunyai sayap yang lebih cantik daripada yang mereka miliki.
Dengungnya penuh dengki.

Tapi mereka semua mempunyai suara dengungan yang sama.
Dengung yang terdengar seperti lenguhan panjang saat aku memuncratkan banyak nektar memenuhi wajah mereka.
Dengung yang penuh dengan kenikmatan.

Aku hanya bisa diam.
Selalu diam saat mereka berdengung.
Kelopakku saja yang ikut bergetar karena dengungan mereka. Kelopakku saja yang menyentuh lembut tubuh mereka yang membuat mereka semakin betah berlama-lama berada di atas tubuhku.

***

Waktu berlalu. Mereka cepat-cepat pergi. Kembali ke sarang mereka.

Aku bergoyang.
Tertiup angin malam.
Membiarkan tubuhku dimandikan oleh guyuran hujan.

***

Sebut saja aku bunga.
Saat suaraku disamarkan, lampu dipadamkan, dan yang tersisa hanya seonggok bayangan.

Di depan sebuah lensa, cerita dimulai dan drama dimainkan.

No comments:

Post a Comment